Pages

Subscribe:

Style_

Style_

Search

Copyright Text

Minggu, 13 Mei 2012

Tinjauan semiotik puisi "Pelarian" C.anwar

TINJAUAN SEMIOTIK PUISI “PELARIAN” KARYA CHAIRIL ANWAR
oleh: cen rian
Menganalisis sastra atau mengeritik sastra (puisi) adalah usaha menangkap makna dan memberi makna pada teks karya sastra (puisi). Tinjauan semiotik adalah tinjauan sebuah karya sastra (puisi) yang berpedoman pada sistem kode. Tujuannya adalah untuk mencari makna sebuah puisi seutuh-utuhnya (Wahyuningtyas dan Wijaya, 2010: 185). Analisis semiotik itu tidak dapat dipisahkan dari analisis struktural. Bagian-bagian karya sastra itu mrmpunyai makna dalam hubungannya dengan yang lain dan keseluruhannya. Oleh karenai tu, strukturnya harus dianalisis dan bagian-bagian yang merupakan tanda-tanda yang bermakna dalamnya harus dijelaskan (Pradopo, 1995: 143).
Yang perlu diketahui adalah bahwa yang dimaksud makna sajak (karya sastra) itu bukan semata-mata arti bahasanya, melainkan arti bahasa, suasana, perasaan, intensitas arti, daya lirik dan pengertian yang ditimbulkan oleh konvensi sastra.
Puisi karya Chairil Anwar yang berjudul “Pelarian” ini akan dilakukan analisis menggunakan tinjauan (pendekatan) semiotik. Adapun tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui isi atau makna dalam puisi tersebut.

PELARIAN
Karya: Chairil Anwar
I
Tak tertahan lagi
remang miang sengketa di sini

Dalam lari
Dihempaskannya pintu keras tak berhingga

Hancur-luluh sepi seketika
Dan panduan  dua jiwa

II
Dari kelam ke malam
Tertawa-meringis malam menerimanya
Ini batu baru tercampung dalam gelita
“Mau apa? Rayu dan pelupa
Aku ada! Pilih saja!
Bujuk dibeli?
Atau sungai sunyi?
Mari! Mari!
Turut saja!”

Tak kuasa-terengkam
Ia dicengkam malam.

Februari 1943
Puisi berjudul “Pelarian” karya Chairil Anwar di atas menceritakan/mengisahkan tentang tokoh Aku yang bersengketa (mengalami masalah/konflik) dengan pasangannya yang mengakibatkan pasangan si Aku melarikan diri dari rumah. Tafsiran ini didasarkan deskripsi data pada larik I dan II bait I:
Tak tertahan lagi
remang miang sengketa di sini
Dalam deskripsi data di atas, pemilihan kata “Remang” dan “Miang” memberi makna yang mengarah kepada “sengketa”. “Remang” dalam KBBI (2008: 1191) mengandung arti: bulu halus di tubuh; bulu roma sedangkan “Miang” mengandung arti: bulu halus pada tumbuhan sepeti rebung atau bambu, yang biasanya menimbulkan rasa gatal (KBBI, 2008: 953). Sengeketa yang di alami si Aku diibaratkan “remang” yang terkena “miang” yang menimbulkan rasa gatal yang bermakna timbulnya suatu masalah.
            Dalam lari
            Dihempaskannya pintu keras tak berhingga
Larik III dan IV menandakan bahwa masalah si Aku dan pasangannya sangat hebat. Hal ini dibuktikan pasangan si Aku yang melarikan diri mengempas pintu tak berhingga. Ketika seorang mengalami maslah, dia akan melakukan apa saja. Seperti halnya yang dilakukan pasangan si Aku yang membanting pintu keras-keras.
Dalam larik ke V dan VI kita jumpai deskripsi data:
            Hancur-luluh sepi seketika
            Dan paduan dua jiwa
Deskripsi data di atas menggambarkan bahwa si Aku menjadi hancur karena si Aku ditinggalkan. Susana yang dialami si Aku tambah sedih, hal ini diperkuat oleh penggunaan kata “hancur” dan “luluh”. Dalam KBBI (2008: 507) “hancur luluh” mengandung arti: hancur sama sekali; hancur binasa. Hal ini bisa saja si Aku merasa hubungannya telah berakhir karena sengketa yang timbul. Dua jiwa yang menyatu telah hancur.

Sedangkan dalam bait II larik II dan III puisi “Pelarian” karya Chairil Anwar menggambarkan suasana yang di alami pasangan si Aku yang melarikan diri, bukan menggambarkan suasana yang dialami si Aku.
Dari kelam ke malam
Tertawa-meringis malam menerimanya
Jelaslah bahwa deskripsi di atas menggambarkan suasana pelarian pasangan si Aku. Pemilihan kata yang dilakukan oleh pengarang sangat memperkuat makna, bahwa pasangan si Aku itu sendiri di malam yang kelam. Larik II bait II “Tertawa meringis malam menerimanya”, menunjukkan bahwa dalam pelariannya pasangan si Aku merasa sedih dan kesepian karena hanya ditemani malam yang kelam.
Dalam larik III bait II:
            Ini batu baru tercampung dalam gelita
Penggunaan kata “Batu baru” dalam larik III bermakna, bahwa hubungan si Aku dengan pasangannya masih baru, namun timbullah sengekta yang mengakibatkan pasangannya melarikan diri. Dalam KBBI (1994: 168) kata “campung” bermakna: jatuh ke dalam air. Ini batu baru tercampung dalam gelita maksudnya adalah tercampung dalam gelap dan atau bisa saja berarti pergi.
            Kesedihan, kecemasan dan kebingungan juga sifat pasrah kesemuanya itu dipaparkan secara jelas dalam larik-larik selanjutnya. Penggunaan tanda baca() menggambarkan pembicaraan si Aku dengan dirinya sendiri. Hal ini menunjukkan kesungguhan si Aku akan pasangannya kembali pada dirinya.
Munculnya majas retoris dalam larik IV bait II menggambarkan jiwa si Aku yang pasrah, yang tidak bisa mempertahankan hubungannya dan tidak tahu harus berbuat apa.. Kata “rayu” ini juga bisa berarti usaha si Aku untuk meyakinkan pasangannya, hal ini sesuai deskripsi berikutnya, yaitu Aku ada! Pilih saja!.  Penggunaan tanda seru (!) dalam larik V bait II mengambarkan kesungguhan si Aku berharap pasangannya kembali. Bisa juga hal ini menggambarkan emosi si Aku dalam kesendiriannya. Tanda seru (!) berturut-turut digunakan dalam larik VIII dan IX bait II, hal ini menggambarkan bahwa Aku berharap pasangannya kembali (kesungguhan).
Larik VI dan VII:
Bujuk dibeli?
Atau sungai sunyi?
Deskripsi di atas menunjukkan si Aku bertanya-tany pada dirinya sendiri. Hal ini bisa saja si Aku lakukan karena ia dalam kebingungan. Apakah ia bisa mendapatkan pasangannya kemabli dengan membayar dengan sesuatu (misalnya saja kesetiaan). Ataukah pasangannya tidak akan kebali sehingga ia seperti “sungai sunyi”, hidup dalam kesepian.
Larik X dan XI:
            Tak kuasa-terengkam
            Ia dicengkam malam
Deskripsi di atas menggambarkan Aku kembali menceritakan suasana yang dialami pasangannya. Dalam KBBI (2008: 278) kata “cengkam” mengandung arti: genggaman (pegangan) dengan cakar (kuku). Hal ini menunjukkan Aku menceritakan bahwa dalam pelariannya, pasangannya merasa takut dalam kesendiriannya.

Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat diintrepretasikan bahwa puisi “Pelarian” karya Chairil Anwar mengisahkan tentang Aku yang bersengketa dengan pasangannya. Sengketa yang timbul mengakibatkan pasangan si Aku melarikan diri. Setelah ditinggal pergi pasangannya, si Aku merasa kesepian dan merasa jiwanya hancur. Aku selalu berharap pasangannya itu kembali pada dirinya, apalagi hubungan mereka masih baru. Dalam pelariannya, pasangan si Aku merasa ketakutan dan kesepian.


1 komentar:

Unknown mengatakan...

terima kasih atas materinya teruslah menulis karena nanti jika kita telah terkubur tanah kita akan tetap hidup dalam aksara
demi pena dan apa yang dituliskannya

Posting Komentar